Jakarta - Indonesia Emas 2045 adalah cita-cita dan impian besar sekaligus milestone 100 tahun Indonesia setelah melalui serangkaian panjang memperjuangkan kemerdekaan. Artinya, selain merupakan ius constituendum, visi tersebut juga merupakan tolak ukur evaluasi keberhasilan dalam mewujudkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 sebagai tujuan nasional.
Landasan ini membawa konsekuensi bagi pemerintah sebagai pemangku kebijakan, terlebih di tengah kompleksitas problematika bangsa Indonesia dan tuntutan perkembangan global. Adanya kerangka kebijakan dalam pilar-pilar visi Indonesia Emas 2045 merupakan suatu langkah progresif.
Salah satu tantangan besar dalam pembangun yang menjadi perhatian pemerintah yakni masih dominannya praktik koruptif. Suatu pembangunan seperti dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bisa menjadi tidak maksimal akibat praktik koruptif. Fakta membuktikan pada kasus korupsi e-KTP pada 2017, yang semula e-KTP dijanjikan multifungsi nyatanya menjadi tidak terealisasi. Kasus terkini lainnya saat ini program pembangunan pemerataan signal jaringan di Indonesia terhambat karena adanya korupsi tower Base Transceiver Station (BTS) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Tantangan
Asumsi kausalitas tersebut diperkuat dalam penelitian Benjamin A. Olken dan Patrick Barron yang berjudul The Simple Economics of Extortion: Evidence from Trucking in Aceh, bagaimana program pemulihan di Aceh terhambat oleh praktik koruptif yang dilakukan oleh aparat militer dan kepolisian dengan menarik biaya secara ilegal kepada sopir-sopir pengantar barang ke pasar. Saat dilakukan penarikan kembali aparat tersebut sebagai cooling down Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), praktik koruptif di Aceh berkurang drastis.
Baca artikel detiknews, "Indonesia Emas, Kepemudaan, dan Budaya Antikorupsi" selengkapnya https://news.detik.com/kolom/d-7254028/indonesia-emas-kepemudaan-dan-budaya-antikorupsi.